Anak-anak sedang menggunakan gadget di kelas(shutterstock) |
Bosan dengan desain blognya, seorang pelajar kelas 1 SMA
bernama Zahra (16) mencari tema dan template yang cocok dalam pengaturan
website blog. Namun, setelah lama mencari, ia belum menemukan template blog
yang sesuai sehingga memutuskan untuk membuat sendiri.
Sebetulnya, Zahra sama sekali belum tahu cara personalized
theme untuk blognya. Ia pun berusaha mengumpulkan gambar yang diinginkannya,
membuat sketsa asal untuk desain blog dan mencari informasi cara membuat tema
di internet dengan coding sederhana.
Bermodal mesin pencari Google, Zahra mengitkuti tutorial
membuat template blog yang menggunakan coding sederhana. Akhirnya, template
blog yang sesuai keinginannya pun jadi.
Apabila Zahra masih berkutat pada pembuatan coding sederhana
sebatas untuk blog, maka berbeda dengan Yuma Soerianto (10).
Anak berkewarganegaraan Australia dan keturunan Indonesia ini
sudah berhasil menciptakan lima aplikasi, yaitu Let's Stack, Hunger Button, Kid
Calculator, Weather Duck, dan Pocket Poke. Dia mampu membuat itu berkat
kemampuan coding yang dipelajarinya secara otodidak.
Mirip dengan Zahra, Yuma belajar coding lewat internet,
tepatnya melalui YouTube. Kegiatan tersebut ia tekuni sejak ia berumur 6 tahun.
Berkat kemampuannya itu, ia pun diundang dalam acara Worldwide Developers
Conference (WWDC) di San Jose (AS) pada 2017.
Tak cuma coding, internet sebenarnya bisa membantu siswa
dalam proses belajar di sekolah. Contohnya seperti yang dipaparkan Ben McNeeley
pada buku Educating the Net Generation.
Jurnalis dari North Carolina State
University ini menceritakan pengalaman adiknya yang masih SMA ketika kesulitan
mengerjakan tugas kimia.
“Adik saya menggunakan WebAssign, aplikasi belajar berbasis
internet yang dikembangkan North Carolina State University, untuk menyelesaikan
pekerjaan rumah (PR) pelajaran kimia,” ujarnya.
Tiga kisah di atas pun membuktikan bahwa internet bisa
menjadi solusi anak-anak untuk menyelesaikan masalahnya.
Internet bukan lagi alat untuk memenuhi kebutuhan hiburan
semata, tetapi menjadi penopang anak dalam belajar. Mereka bisa belajar bahasa
inggris, fisika, matematika, dan kimia seperti dari tayangan tutorial di
YouTube.
Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian pada
International Journal of Education and Information Technologies yang
dipublikasikan pada 2008. Studi terkait pandangan orangtua di Turki tentang
anak-anaknya yang menggunakan internet menyimpulkan bahwa internet dianggap
sebagai teknologi maju yang menjadi jendela dunia terhadap informasi.
Untuk itu, perlu dipikirkan kembali jika ada pihak yang kerap
menyuruh anak menjauhi internet sewaktu belajar. Sebab, dengan arahan yang
tepat, internet dan teknologi justru mendukung proses belajar anak, seperti
pada kisah adik Ben McNeeley.
Berkaca pada fakta di atas, maka sekolah sebaiknya turut
menggunakan teknologi sebagai media pendukung aktivitas belajar murid. Ini
karena teknologi bisa membuat proses belajar mengajar jadi lebih interaktif,
tidak lagi terlalu fokus pada guru, tetapi lebih terpusat pada anak.
Meski begitu, peran guru dalam penggunaan teknologi pada
kegiatan belajar mengajar tetap penting. Mereka harus bisa memastikan agar anak
didik mampu memanfaatkan teknologi secara sehat dan tepat.
Dengan begitu, anak didik pun bisa leluasa mendapat akses ke
ilmu pengetahuan.
Metode pendidikan berbasis teknologi seperti itu salah
satunya ada di Samsung Smart Learning Class (SSLC). Di sini siswa-siswi
menggunakan tablet yang sudah terkoneksi dengan internet sebagai media belajar.
Tablet juga sudah terprogram diisi dengan e-learning pelajaran matematika, dan
sains sains, coding dan ilmu pengetahuan lainnya.
Nah, dengan dukungan seperti ini, para siswa diharapkan mampu
mengembangkan diri dan kemampuannya sesuai bakat dan minat. Tiap anak pun jadi
punya kesempatan lebih besar untuk bisa menggapai impiannya dan menghasilkan
inovasi yang bermanfaat bagi banyak orang.
0 Response to "Belajar Tanpa Batas Melalui Internet"
Posting Komentar